Saturday, August 24, 2013

PEMBATASAN MASA KEANGGOTAAN LEGISLATIF, SUDAH DIPERLUKANKAH?

Saya begitu terkejut membaca berita di beberapa media online mengenai telah dikeluarkannya dokumen audit BPK atas proyek fasilitas olah raga Hambalang yang didalamnya menyebutkan bahwa ada 15 orang anggota DPR dari komisi X diduga menerima sejumlah dana sehubungan dengan penambahan anggaran di APBN perubahan 2010. Berita ini menjadi pelengkap atas berita yang menyebutkan bahwa berdasarkan data ICW untuk tahun 2011, jumlah pelaku korupsi dari kalangan DPR/DPRD sebanyak 99 orang.
Betapa memprihatinkannya citra parlemen kita dimata rakyat yang diwakilinya. Kenyataan bahwa "power tends to corrupt" ternyata tidak hanya berlaku untuk eksekutif saja, legislatif yang mempunyai wewenang sebagai pengesah anggaran, ternyata mempunyai pengaruh yang luar biasa dalam jalannya roda pemerintahan. Karena keputusan yang diambil oleh DPR adalah keputusan kolektif kolegial, maka dugaan korupsi yang dilakukan oleh lembaga inipun terkesan dilakukan beramai-ramai.

Menarik saya kutip dari media online detik.com apa yang dikatakan oleh Wakil Ketua Komisi X DPR, Rully Chairul Azwar, bahwa tanggung jawab atas pengesahan proyek inipun bukanlah tanggung jawab perorangan tetapi adalah tanggung jawab bersama.
"Ya itu tadi mungkin ada perbedaan persepsi, mereka menganggap kalau ada surat pengantar atau persetujuan rincian anggaran, itu yang tanda tangan yang tanggung jawab sendiri. Itu kan tanggung jawab rame-rame," ujar Rully usai menjalani pemeriksaan di KPK, Jl. HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Jumat (23/8). 

Adanya fenomena permainan anggaran seperti ini tampaknya akan selalu menjadi magnet bagi mereka yang ingin duduk di kursi legislatif. Bisa dibayangkan berapa banyaknya proyek yang harus melalui DPR untuk dibahas dan disahkan. Bahkan tidak jarang beberapa kepala daerah sengaja "menitipkan" agar daerahnya dapat alokasi sejumlah anggaran tertentu kepada para legislator.

Bagi para anggota DPR yang sudah merasakan nikmatnya menjadi legislator, temtunya ingin terus mempertahankan kursinya. Kekuatan materi berlimpah yang sudah dikumpulkan dapat digunakan untuk mempengaruhi konstituennya agar memilih mereka kembali duduk di parlemen. Ini terlihat dari fakta yang diperoleh dari KPU, bahwa 90% caleg di Daftar Calon Tetap (DCT) adalah muka-muka lama DPR. Akankah kita dapat berharap banyak bahwa fenomena korupsi beramai-ramai ini akan hilang di era parlemen mendatang apabila mereka yang duduk masih "orang-orang yang berpengalaman"?.

Karena itu sudah saatnya aturan pembatasan masa keanggotan legislatif dibuat. Presiden saja sudah dibatasi untuk dua periode, tidak ada salahnya apabila legislator pula dibatasi untuk masa dua periode saja. Rakyat yang diwakilinyalah yang akan menilai apabila setelah satu periode sang legislator menunjukkan prestasi yang baik, maka rakyat dapat memilihnya kembali. Tetapi apabila sudah terpilih untuk kedua kalinya, maka sudah waktunya bagi sang legislator untuk menyerahkan kursinya kepada orang lain yang tentunya tidak kalah baik bahkan harus yang lebih baik lagi. Dalam hal ini, peran partai politik sangatlah menentukan. Setiap anggotanya yang duduk di parlemen dan telah duduk selama dua periode, otomatis harus sudah dicoret dalam daftar calon legislatif untuk periode berikutnya. Mekanisme rekrutmen calon legislatif juga harus lebih diperhatikan, agar mereka yang kelak lolos ke parlemen adalah memang kader-kader pilihan terbaik.


No comments:

Post a Comment